Mediatama Prakarsa, Jakarta - Musisi senior Ikang Fawzi menyoroti kelemahan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) dalam mengelola royalti musik. Ia menegaskan lembaga tersebut harus profesional, transparan, dan siap diaudit kapan saja.
“Kalau LMK sudah digital, profesional, transparan, ya harus siap diaudit kapan pun,” ujar Ikang di Jakarta, Rabu (27/8/2025), sebagaimana dikutip dari Antara.
Penyanyi berusia 65 tahun yang populer lewat lagu Preman itu juga mengkritisi sistem pembagian royalti yang dinilainya tidak adil. Menurutnya, terlalu banyak keuntungan yang justru tertahan di LMK dibandingkan diterima oleh para pencipta.
“Kalau bisa jangan banyak LMK, cukup satu yang benar-benar kredibel,” tegasnya.
Ikang menilai, LMK di Indonesia terlalu mudah didirikan tanpa fondasi manajemen yang kuat, pengalaman, maupun kesiapan finansial. Kondisi ini, kata dia, berpotensi menimbulkan ketidaktransparanan dalam distribusi royalti.
“Digitalisasi itu butuh investasi besar, enggak semua LMK bisa membiayai. Kalau kebanyakan LMK, makin banyak juga celah orang untuk ambil persenan,” tambahnya.
Permasalahan pungutan royalti musik memang kerap menjadi sorotan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, pembayaran royalti dilakukan secara kolektif melalui LMK dan LMKN. Namun, banyak musisi menilai sistem kolektif ini belum mampu memberi royalti yang layak bagi para pencipta lagu. *
Follow Mediatama Prakarsa untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel