![]() |
Growl dan Gagasan: Auryn Invicta Suarakan Mental Health Lewat Metal (ist) |
Mediatama Prakarsa, Bandung - Di balik dentuman distorsi dan teriakan penuh tenaga, ada suara perempuan yang tak sekadar menggelegar tapi juga menggugah. Auryn Kahkashan, vokalis band metal Invicta, menjadikan panggung bukan hanya tempat berteriak, tetapi ruang berbicara tentang hal yang lebih sunyi: kesehatan mental.
“Dari awal, aku memang pengin angkat dua hal: perempuan di skena metal, dan isu mental health,” ujar Auryn saat ditemui di Yess Coffee, Jalan Gatot Subroto, Senin (7/7/2025).
Lulusan Psikologi ini menggabungkan disiplin akademiknya dengan dunia musik yang sering dianggap keras dan maskulin. Baginya, metal bukan sekadar genre penuh amarah, tapi tempat paling jujur untuk meluapkan emosi secara sehat.
“Katarsis itu penting. Kalau marah atau sedih dan nggak tahu harus ke mana, lirik bisa jadi salurannya,” jelasnya.
Ia bahkan menulis tentang kaitan yoga dan musik metal, serta hubungan kepribadian dengan genre musik yang digemari. Menurutnya, intensitas metal bisa memacu hormon bahagia, justru dengan kecepatan dan dentuman keras yang mengalirkan energi baru.
Bagi banyak orang, metal mungkin terlihat keras dan penuh kemarahan. Tapi Auryn melihat kedalaman lain seperti band Sleep Token atau Lorna Shore yang lirik-liriknya justru bicara tentang cinta, kehilangan, dan emosi terdalam.
“Luar boleh kelihatan garang, tapi dalamnya bisa sangat emosional,” katanya.
Di album perdana Invicta yang rilis awal 2025, Auryn memilih menyampaikan tema kontradiksi sosial dan kesehatan mental lewat narasi lagu. Bukan frontal, tapi mengalir dan mengundang perasaan.
“Aku sengaja bungkus dalam cerita. Biar pendengar bisa pelan-pelan paham dan merasa relate,” ujarnya.
Namun menjadi vokalis perempuan di ranah yang didominasi laki-laki tak selalu mudah. Ia sudah kenyang dengan stereotip disebut kurang layak, dianggap hanya tempelan gender, hingga mendapat label "freak" karena selera musiknya tak sesuai ekspektasi.
“Tapi aku cuek. Dari awal, aku tahu ini bagian dari diriku. Aku juga pengin buktiin kalau metal bukan cuma buat cowok,” tegasnya.
Auryn menyebut Voice of Baceprot (VOB) sebagai inspirasi perempuan yang sukses menembus pasar global, dan ia berharap bisa menyusul jejak itu suatu hari nanti.
Sebagai pegiat musik sekaligus sarjana psikologi, Auryn juga memperhatikan fenomena self-diagnosis yang marak di kalangan Gen Z.
“Banyak yang langsung klaim anxiety atau depresi, padahal bisa jadi itu cuma stres biasa atau rasa cemas yang normal,” jelasnya.
Menurutnya, kecemasan yang muncul menjelang naik panggung adalah hal wajar. Tapi jika sampai mengganggu fungsi sosial, barulah butuh bantuan profesional.
Alih-alih sibuk mendiagnosa diri, Auryn menyarankan agar lebih fokus pada cara menenangkan diri, mengelola stres, dan mencari saluran sehat termasuk lewat musik.
Menariknya, banyak penggemar justru datang padanya untuk curhat. Dari kolom komentar media sosial hingga acara panggung, Auryn jadi tempat bertanya, berdiskusi, hingga jadi telinga yang mendengarkan.
“Kadang mereka cuma mau didengar. Dan kalau aku bisa jadi tempat aman buat itu, berarti musikku nggak cuma didengar, tapi juga dirasakan,” katanya.
Dengan growl yang mengguncang dan gagasan yang menyentuh, Auryn tak hanya memekikkan suara—ia menyuarakan makna. Bahwa bahkan di dunia sekeras metal, empati tetap bisa bergema. *
Follow Mediatama Prakarsa untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel