![]() |
Beras Oplosan Rusak Sistem, Indef Minta Reformasi Total (Pixabay) |
Mediatama Prakarsa, Jakarta - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memberikan peringatan keras terhadap praktik pengoplosan beras yang kini makin meluas dan tak terkendali. Menurut Indef, tindakan ini bukan hanya merusak efektivitas kebijakan pangan nasional, tetapi juga dapat menciptakan distorsi pasar dan mengancam stabilitas sosial secara luas.
“Begitu masyarakat mengetahui bahwa beras yang mereka beli, termasuk yang disubsidi, tidak sesuai standar mutu atau bobot, maka runtuhlah kepercayaan publik terhadap negara sebagai penyedia pangan,” ujar Kepala Pusat Makroekonomi Indef, Rizal Taufiqurrahman, dalam wawancara dengan Antara, Minggu (27/7/2025), di Jakarta.
Rizal menegaskan, dalam jangka panjang, praktik kotor ini akan membuat harga pangan semakin tidak stabil dan memperlebar jurang antara regulasi dan realitas pasar. Ia menyebut negara tak boleh hanya hadir dalam bentuk retorika, tetapi harus membangun sistem yang benar-benar menutup semua celah penyimpangan di lapangan.
Salah satu akar masalahnya, lanjut Rizal, terletak pada lemahnya pengawasan di titik distribusi akhir, tidak adanya sistem pelacakan yang kredibel, dan mekanisme kontrol yang longgar terhadap mitra distribusi Perum Bulog. Ia menyebut rantai distribusi Cadangan Beras Pemerintah (CBP) yang panjang dan tak transparan membuka celah bagi praktik pengoplosan yang sistematis.
“Ditambah lagi, kita tidak punya early warning system yang berbasis data. Tata kelola logistik dan sertifikasi penyalur belum dibenahi menyeluruh. Selama logika keuntungan ekonomi masih berpihak pada pelaku, dan sanksi tak memberi efek jera, maka praktik ini akan terus terjadi dengan wajah baru,” tambahnya.
Rizal merekomendasikan agar pemerintah mengubah pendekatan dari yang sekadar reaktif lewat razia dan inspeksi dadakan menjadi sistem pengawasan cerdas berbasis teknologi dan forensik. Digitalisasi rantai distribusi CBP mutlak dilakukan, termasuk penggunaan sistem pelacakan QR/barcode yang bisa dimonitor publik.
Selain itu, audit berkala terhadap mitra Bulog, pembaruan sistem kerja sama, serta penciptaan daftar hitam pelaku oplosan harus menjadi standar kebijakan. Rizal juga menyarankan penerapan sanksi administratif tegas seperti pencabutan izin permanen dan pemiskinan korporasi agar pelaku tidak bisa kembali beroperasi dengan kedok baru.
“Pengawasan pangan tak bisa lagi diserahkan pada satu institusi saja. Harus ada kerja sama sistemik antar kementerian, bukan hanya koordinatif. Kementerian Pertanian dan Bulog wajib bersinergi membangun sistem pemantauan mutu dan distribusi real-time,” tegasnya.
Ia juga mendorong pembentukan unit khusus oleh aparat penegak hukum untuk menangani kejahatan pangan strategis. Pemerintah daerah pun tak boleh abai, karena semua aktor harus terlibat dalam kerangka pengawasan yang terukur, transparan, dan siap diintervensi saat penyimpangan terdeteksi.
“Jika tidak segera dibenahi, kita bukan hanya akan kehilangan kepercayaan publik, tetapi juga berhadapan dengan krisis keadilan pangan di negeri sendiri,” tutup Rizal. *
Follow Mediatama Prakarsa untuk mendapatkan informasi terkini. Klik WhatsApp Channel
Sumber: Antara