TpzoBSM0TUOlTpAoBSW9GUC9GA==

Antara Fleksibilitas TKDN dan Nasib Industri

Antara Fleksibilitas TKDN dan Nasib Industri
Langkah Presiden Prabowo Subianto yang ingin melonggarkan aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menuai sorotan tajam dari kalangan ekonom. Foto: Antara

Mediatama Prakarsa, Jakarta - Langkah Presiden Prabowo Subianto yang ingin melonggarkan aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) menuai sorotan tajam dari kalangan ekonom.

Di satu sisi, kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan daya saing Indonesia di mata investor global.

Namun di sisi lain, ada kekhawatiran bahwa fleksibilitas berlebihan justru dapat menggerus fondasi industrialisasi nasional yang tengah dibangun.

Mohammad Faisal, Direktur Eksekutif CORE Indonesia, menjadi salah satu suara kritis yang menilai kebijakan ini harus ditempuh dengan sangat hati-hati.

Baginya, TKDN bukan sekadar angka dalam regulasi, melainkan pilar strategis dalam mendorong tumbuhnya industri dalam negeri.

"Kalau terlalu lentur, bisa jadi preseden buruk. Bukan tak mungkin Indonesia terjebak dalam tren deindustrialisasi," tegas Faisal.

Menurut Faisal, kebijakan insentif yang ditawarkan Prabowo sebagai alternatif TKDN belum tentu memiliki daya dorong yang setara.

Ia menegaskan, konsistensi kebijakan adalah kunci bagi kepastian investasi. 

“Jangan sampai hanya karena tekanan dari negara besar atau perusahaan global, arah industrialisasi kita jadi berubah haluan,” ujarnya.

Namun Prabowo punya pandangan berbeda. Ia menyebut TKDN yang terlalu kaku telah menjadi hambatan dalam menarik investor.

Dalam berbagai kesempatan, ia menegaskan perlunya pendekatan yang lebih realistis: fleksibilitas aturan, pemberian insentif, serta deregulasi yang bijak.

"Kalau kita terlalu keras, kita kalah kompetitif," katanya.

Prabowo juga menyinggung prinsip "neck to neck, eye to eye, point to point" — pendekatan tanding seimbang dengan negara lain dalam memikat investasi.

Bagi Prabowo, reformasi ini bukan kemunduran, tapi penyelarasan dengan realitas global.

Meski demikian, perdebatan soal pelonggaran TKDN ini membuka ruang refleksi: apakah fleksibilitas akan menjadikan Indonesia lebih menarik di mata investor, atau malah membuatnya kehilangan arah pembangunan industrinya sendiri?

Di tengah tarik-ulur ini, satu hal yang pasti: Indonesia butuh kebijakan yang bukan hanya memikat investor, tapi juga mengakar pada kemandirian ekonomi nasional.

Editor: Warsono
Sumber: Republik

Type above and press Enter to search.